Selasa, 01 Desember 2015

makalah Tafsir Ayat Al-Qur'an tentang Haji dan UImrah

Tafsir Ayat Al-Quran tentang Haji dan Umrah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Tafsir 2”

DosenPengampu:
Muhammad al-Furqon,M.Pd.I




Disusun Oleh:
Sylvina Dwi Nugrahawati      (932120614)
Kelas   K




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
                   JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
TahunAkademik 2015




BAB I
PENDAHULUAN


       A.   Latar Belakang

Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, baligh ,dan mempunyai kemampuanbaik mampu dalam hal kesehatan juga mampu dalam hal biaya. Ibadah haji diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup. Yang mana haji dan umrah adalah kewajiban bagi setiap orang Islam. Namun, banyak dari kalangan umum atau masyarakat mulai dari golongan petani , pedangang , pengawai dan lain sebagainya masih yang masih belum mengerti tentang apa yang harus dilakukan dalam melakukan umrah atau haji , sehingga dengan demikian maka dengan semestinya bila kita menjelaskan sedikit melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan pendukung lainnya untuk di jadikan rujukan bagi kita kalangan awam , sehingga kita dalam melaksanakan ibadah haji tidak hanya sekedar pergi begitu saja ketanah Mekkah dengan menelan biaya jutaan rupiah atau hanya sekedar menikmarti mengendarai pesawat terbang atau jalan jalan di tanah suci Mekkah - Madinah .
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis akan menjelaskan apa yang harus di lakukan bagi orang haji atau umroh , berdasarkan ayat-ayat Al-Quran yang sudah ditetapkan, baik itu dari segi hukumnya, rukun, syarat, dan cara pelaksanaanya. 

   B.Rumusan Masalah
 
1.      Apa yang dimaksud dengan Haji dan Umrah?
2.      Bagaimana penafsiran ayat-ayat Al-Quran tentang haji dan umrah?
3.      Bagaimana cara pelaksanaan haji dan umrah?







 BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Haji dan Umrah

Dari segi bahasa haji (Al-Hajj) adalah al-qashdu artinya menyengaja. Sedangkan menurut istilah syara’ haji adalah suatu amal ibadah yang dilakukan dengan sengaja mengunjungi Baitullah di Mekkah dengan maksud beribadah dengan ikhlas mengharap ridha Allah dengan syarat dan rukun tertentu.
Umrah menurut bahasa adalah az-ziyaarah artinya ziarah atau datang. Sedangkan menurut syara’ adalah mengunjungi Baitul Rahman (Ka’bah) untuk beribadah semata-mata karena Allah.[1]
Syariat Islam mewajibkan berhaji bagi umat Islam sekali dalam seumur hidup sebagai wujud keimanan seseorang dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima, yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu.

B.  Tafsir ayat Al-Quran mengenai Haji dan Umrah

1.      Perintah Melaksanakan Haji
Surah Ali-Imran ayat 96-97
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ (96) فِيهِ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (97)
Terjemahannya:
96.”Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”
97.”Disana terdapat tanda-tanda yang jelas, (diantaranya) makam ibrahim. Barangsiapa memasukinya (baitullah) amanlah dia. Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalannannya ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah MahaKaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.

Sebab An-nuzul (sebab turunnya ayat):
Menurut Qurtubi ayat 96 turun sebagai penegasan dan keputusan Tuhan atas pertentangan yang terjadi antara kaum Muslimin dengan orang-orang Yahudi, bahwa Baitul Muqaddas lebih utama dan agung dari pada Ka’bah. Sedangkan ayat 97 turun berkaitan dengan klaim orang Yahudi bahwa mereka mengaku sebagai muslim, tetapi mereka menolak menjalankan ibadah haji.[2]
Kandungan ayat :
Penggalan ayat diatas  menegaskan bahwa Baitullah, yang paling awal dibangun untuk tempat beribadah manusia yang terletak di Mekkah. Ulama berpendapat bahwa Ka’bah dibangun kembali maksundnya direnovasi oleh Nabi Ibrahim as. Fungsi Ka’bah sebagai petunjuk sejak masa jahiliah, semua menghormatinya sebagai rumah Tuhan. Sekian banyak umat dari berbagai penjuru menjadikan Ka’bah sebagai arah yang mereka tuju untuk mengahadapkan diri kepada Allah.
Bahwa di sana terdapat tanda yang jelas, (diantaranya) maqam ibrahim, maqam Ibrahim yang dimaksud adalah seluruh arah di mana Ka’bah itu mengarah, karena itu ada yang memahami Maqam Ibrahim seluruh Masjid Al-Haram. Ada juga yang memahami sebagai suatu tempat yang ditandai dengan bekas kedua telapak kaki Ibrahim as, dimana beliau pernah shalat. Selanjutnya, dalam firman-Nya barangsiapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia, hal ini sebagai bukti kekuasaan Allah, agar siapapun yang mengunjungi dengan tulus akan merasa tenang dan tenteram, terhindar dari rasa takut terhadap segala macam gangguan lahir dan batin. Kemudian dalam firman-NyDan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi siapa yang telah akil baligh/mukallaf dalam ayat tersebut adanya kewajiban atas semua manusia, Yang Maha Bijaksana itu mengecualikan sebagian mereka dengan fiman-Nya,yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalannannya ke sana.. ini berarti yang tidak sanggup, Allah memaafkan mereka. Yang dimaksud mampu yaitu memiliki biaya unyuk pergi ke Mekkah dan kembali, ada kendaraan, baik milik pribadi maupun pemerintah/swasta. Syarat ini bagi orang yang tinggalnya jauh dari Mekkah. Aman selama perjalanan baik pergi maupun pulangnya, khusus bagi wanita harus mempunyai mahram, atau dengan suaminya, atau dengan wanita lain yang dipercayai, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan tentang peraturan dan hukum haji.[3]
Kemudian dalam firman-nya,Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah MahaKaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam. Barang siapa yang telah memenuhi syarat, tetapi ia enggan untuk melaksanakannya, maka ia telah durhaka, dan apabila menunda-nunda kewajiban tersebut ia adalah seorang yang tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah.[4]

2.      Ketentuan Pelaksanaan haji

a.       Surah Al-Baqarah ayat 196
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (196)
Artinya:
“Dan Sempunakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka ia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji,  dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang-orang yang keularganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.
Asbabun Nuzul:
Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun pada tahun keenam hijriah sebelum stabilnya keadaan keamanan di Mekkah dan sekitarnya.[5]
Mengenai ayat yang menjelaskan tentang masalah bercukur, Dari Ka’ab bin Ujrah bercerita, “ ketika sedang melakukan umrah saya kepayahan karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Dan Rasulullah melihat ini maka turunlah ayat ini. Ayat ini berlaku untukku dan untuk semua orang” . Rasulullah bersabda :” apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?” aku menjawab: “ aku tidak memilikinya”. Rasulullah berkata: “berpuasalah kamu tiga hari atau beri makan orang miskin setiap orang setengah sha’ (30 real) satu hari, selama enam hari. dan bercukurlah kamu” (H.R. Bukhari dari Ka’ab bin Ujrah)[6]
Kandungan ayat:
Haji dan umrah merupakan dua ibadah yang disyariatkan dalam Islam, berdasarkan ayat di atas, umrah sebagaimana halnya haji wajib dilaksanakan. Kedua ibadah tersebut jika dilihat dari segi tempat pelaksanaannya sama-sama dikerjakan di Mekkah. Namun, jika dilihat dari segi waktu dan proses pelaksaan ada perbedan, yaitu haji dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu. Haji mempunyai waktu khusus dan tidak diperbolehkan berpindah ke waktu lain.  Sedangkan umrah tidak mempunyai waktu yang khusus, dan dapat dilakukan sepanjang tahun. Perbedaan lainnya, dari segi rukun, salah satu rukun haji terdapat wukuf di Padang Arafah, sedangkan umrah tidak. Hal- hal yang termasuk rukun haji, sebagai berikut:
a.       Ihram serta niat.
b.      wukuf di padang Arafah.
c.       tawaf ifadhah.
d.      sa’i antara shafa dan Marwah.
e.       Tahallul (memotong rambut).
f.        dan tertib.[7]


Hal-hal yang termasuk rukun umrah, sebagai berikut:
a.       Ihram
b.      thawaf
c.       sa’i
d.      tahallul
e.       dan tertib.[8]
Kemudian dalam Firman-Nya,Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka ia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban.Maksud ayat tersebut, diantaranya perbuatan yang dilarang dalam ihram adalah memotong rambut, baik seorang itu terhalang atau tidak. Akan tetapi, jika terpaksa memotong rambut karena ada gangguan di kepalanya, maka kepadanya diwajibkan membayar dam, yaitu berpuasa selama tiga hari, memberi makan enam orang miskin (jumlah semuanya kurang lebih 7.5 kg), dan menyembelih seekor binatang ternak berupa kambing.[9]
Kemudian dalam friman-Nya,Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji,  dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Maksud ayat tersebut, para ulama fiqh membagi haji dalam tiga macam, haji Ifrad, yaitu melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu kemudian baru melaksanakan ibadah umrah. Yang kedua, haji tamattu’, yaitu melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu baru mengerjakan ibadah haji. Ibadah haji dengan cara ini terkena dam. Dan haji qiran, yaitu mengerjakan haji dan umrah secara bersama-sama pada waktu yang sama.[10] Pada cara haji qiran terkena dam, dengan menyembelih seekor kambing, jika tidak mampu boleh diganti dengan berpuasa tiga hari selama ihram yang dilakukan sebelum 10 dzulhijjah, dan tujuh hari setelah pulan ke tempat tinggalnya.
Kemudian dalam firman-Nya,Demikian itu, bagi orang-orang yang keularganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya. Maksud ayat tersebut, ulama berbeda pendapat sebagaian mengatakan, fidyah haji tamattu hanya diwajibkan bagi orang yang bukan penduduk Mekkah, sedangkan penduduk Mekkah yang melakukan haji tamattu tidak dikenai fidyah.[11]

b.      Surah Al-Baqarah ayat 197
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ (197)
Artinya:
“(Musim) haji (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi, Barangsiapa mengerjakan (haji) dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengka dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal,karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwallah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.”
Maksud ayat diatas, haji dikerjakan pada bulan tertentu. Bulan-bulan haji yaitu, pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Apabila ibadah haji dikerjakan diluar bulan yang telah ditentukan, maka hajinya tidak sah dan barang siapa yang mengerjakan umrah dibulan haji, kemudian mengerjakan haji setelahnya maka ia wajib membayar dam.
Selain menjelaskan bulan pelaksaan haji, ayat tersebut juga menjelaskan larangan dalam pelaksaan ibadah haji, Hal- hal yang dilarang selama pelaksaan haji dan umrah, yaitu yaitu berhubungan suami istri dan segala yang berkaitan, berbuat fasik atau melakukan perbuatan maksiat, berbantah-bantahan atau bermusuhan.[12] Selain itu, tedapat hal lain yang dilarang selama ihram, yaitu, sebagai berikut:

1.      Larangan khusus bagi jama’ah pria
a.       Memakai pakaian berjahit selama ihram. Jama’ah pria hanya boleh memakai kain putih yang tidak berjahit.
b.      Memakai tutup kepala sewaktu dalam ihram.
c.       Memakai sepatu yang menutupi mata kakai sewaktu dalam masa ihram.
2.      Larangan khusus bagi jama’ah wanita, memakai tutup muka dan sarung tangan sewaktu ihram.
3.      Larangan bagi jama’ah pria dan wanita
a.         Memotong kuku, mencukur rambut kepala, mancabut bulu badan lainnya.
b. Memakai wangi-wangian pada badan, pakaian maupun rambut kecuali yang telah dipakai sebelum ihram.
c. Mengadakan perkawinan, mengawinkan orang lain, menjadi wakil dalam akad nikah atau melamar.
e. Memburu atau membunuh binatang darat dengan cara apa pun ketika dalam ihram.
3. Sa’i Sebagai Rukun Haji
Surah Al-Baqarah  ayat 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (158)
Artinya:
“ Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syi’ar (agama) Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri dan Maha Mengetahui.”
Asbabun Nuzul
Amru bin Husain bertanya kepada Ibnu Umar tentang ayat ini, maka Ibnu Umar menemui Ibnu Abbas untuk bertanya. Ibnu Abbas menjawab, bahwa dahulu  di atas Bukit Shafa terdapat sebuah berhala yang selalu disembah oleh orang arab pada zaman jahiliyah. Setelah Islam datang, berhala tersebut dihancurkan dan kaum muslim  enggan melaksanakan sa’i karena adanya berhala tersebut, sehingga menjawab keragu-raguan itu maka Allah menurunkan ayat tersebut.[13]


Kandungan Ayat:
Shafa dan Marwah adalah dua bukit yang terdapat di Mekkah. Orang yang melakukan ibadah haji dan umrah harus berlari-lari kecil antara keduanya sebanyak tujuh kali yang disebut dengan sa’i.  Sa’i merupakan salah satu diantara rukun haji dan umrah, jika sa’i tidak dilakukan maka haji atau umrah tidak sah.
Kemudian dalam firman-Nya,Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri dan Maha Mengetahui, yang dimaksud dalam ayat tersebut , yaitu melakukan amal kebajikan yang tidak diwajibkan , seperti melebihkan jumlah sa’i dan ibadah lainnya. Jika seorang muslim melakukannya, maka Allah mensyukurinya, maksudnya Allah akan membalas amal kebajikan yang sedikit dengan balasan yang berlipat ganda serta tidak akan mengurangi pahala tersebut.[14]

C.  Dari segi tata cara pelaksaannya

1.      Tata cara pelaksanaan ibadah haji
a.    Ihram, niat untuk memulai ibadah haji dengan memakai pakaian ihram yang dimulai dari miqat.
b.    Melaksanakan tawaf qudum atau tawaf selamat datang bagi mereka yang baru datang ke Masjidil-Haram, boleh disertai dengan sa’i boleh tidak melakukan sa’i.
c.    Tanggal 8 Dzulhijjah jema’ah haji diberangkatkan menuju padang Arafah. Sebelum berangkan membaca talbiyah 3 kali dan diteruskan dengan shalawat Nabi Muhammad.
d.    Wukuf di Padang Arafah, setelah sampai menunggu waktu wukuf pada tanggah 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) hingga terbit fajar 10 Dzulhijjah (hari raya Idul Adha), selama menunggu waktu wukuf jama’ah haji hendakny membaca takbir, tahmid, istigfar, dan bacaan lainnya.
e.    Mabit di Muzdalifah, setelah menunaikan wukuf di Padang Arafah tanggal 9 dzulhijjah mereka segera berangkat ke Muzdalifah untuk mabit. Keberangkatan dilakukan ssudah terbenam matahari sampai terbit fajar pada tanggal 10 dzulhijjah. Jika jama’ah haji tiba di Muzdalifah sesudah lewat tengah malam, maka langsung ke Mina.ketika di Muzdalifah jama’ah ahaji mengumpulkan 7 batu kerikil untuk melempar jumrah aqabah pada hari raya idul adha. Selanjutnya melempar jumrah pada hari tasyrik, pada tanggal  11, 12, 13, Dzulhijjah, dan batunya dapat diambil di Mina untuk tiga jumra, ula, wusta, dan aqabah.
f.      Kegiatan ibadah di Mina, pada tanggal 10 Dzulhijjah, para jama’ah segera melempar jumrah aqabah 7 kali lemparan. Setelah melempar jumrah, bagi yang terkena dam dan yang berkurban memotong hewan kurban, kemudian menggunting rambut(tahallul awal). Setelah selesai janma’ah haji memilih dua pilihan, yaitu  pergi ke Mekkah untuk tawaf ifadhah atau tetap tinggal di Mina menyelesaikan melontar jumrah.
g.    Kembali ke Mekkah, bagi yang sudah melaksanakan tawaf ifadhah pada tanggal 10 dzulhijjah mereka tinggal melaksanakan tawaf wada.
h.    Mengerjakan sa’i. Setelah tawaf ifadhah selesai selanjutnya mengerjakan sa’i yang dimulai dari Shafa dan diakhiri Marwah sebanyak 7 kali.
i.      Tahallul, setelah semua rukun haji selesai, sebagai penutupnya adalah tahallul.
j.      Tawaf wada, tawaf sebagai perpisahan ketika seorang akan meninggalkan kota Mekkah.[15]

2.    Tata cara pelaksaan umrah
a.       Ihram, disertai niat dalam hati hanya karena mengharap ridha Allah.
b.      Ihram harus dimulai dari miqat sama dengan miqat haji.
c.       Setelah sampai di Masjidil Haram melakukan tawaf umrah, cara-cara dan syarat-syarat sama dengan tawaf ifadhah.
d.      Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah tujuh kali.
e.       Tahallul dan seterusnya seperti pelaksaan ibadah haji.[16]



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1.  Dari segi bahasa haji (Al-Hajj) adalah al-qashdu artinya menyengaja. Sedangkan menurut istilah syara’ haji adalah suatu amal ibadah yang dilakukan dengan sengaja mengunjungi Baitullah di Mekkah. Umrah menurut bahasa adalah az-ziyaarah artinta ziarah atau datang. Sedangkan menurut syara’ adalah mengunjungi Baitul Rahman (Ka’bah) untuk beribadah. 
  2.  Dalam penafsiran, ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang kewajiban haji dan umrah, rukun, serta larangan dalam pelaksaan haji dan umrah, diantaranya surah Ali-Imran dan surah Al-Baqarah.
  3.  Di lihat dari segi tata cara pelaksaan haji dan umrah, adanya perbedaan, seperti yang dijelaskan pada pembahsan, yaitu pada waktu pelaksaan dan rukunnya.






DARFTAR PUSTAKA
 
Abdul Ghafur, Waryono. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks. (Yogyakarta: Elsao Press). 2005
Abyan, Amin. Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2. (Semarang: PT. Karya Toha Putra), 2004.
Adam, Muchtar.Tafsir Ayat-Ayat Haji. (Bandung:Penerbit Mizan). 1993.
M. Yusuf, Kadar. Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ).(Jakarta: Amzah). 2011.
Shihab, M.Quraish.Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Keserasian Al-Qur’an. (Ciputat: Lentera Hati). 2000.


[1] Amir Abyan, Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004), 92-120.
[2]Waryono Abdul Ghafur,Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: Elsao Press, 2005), 246.
[3]Amir Abyan, Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004), 93-94.
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Keserasian Al-Qur’an, (Ciputat: Lentera Hati, 2000), 150-153.
[5]M. Quraish Shihab,Tafsir al- Misbah Jilid I ( Jakarta: Lentera Hati, 2010) ,.403
[6]Muchtar Adam, Tafsir Ayat-Ayat Haji (Bandung:Penerbit Mizan,1993) , 56
[7]Amir Abyan, Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004), 94-96.
[8]Ibid, 121-122
[9]Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ), (Jakarta: Amzah, 2011), 126.

[10]Amir Abyan, Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004), 97-99.
[11]Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ), (Jakarta: Amzah, 2011), 127.
[12]Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ), (Jakarta: Amzah, 2011), 128-129.
[13]Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ), (Jakarta: Amzah, 2011), 136.
[14]Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum ), (Jakarta: Amzah, 2011), 137-138.
[15]Amir Abyan, Fikih Madrasah Tsanawiyah kelas 2, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2004),107-116.
[16]Ibid, 123-124.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar